Translate

Translate

Jumat, 22 Maret 2013

Dunia Ada Karena Engkau Berpikir: Politisi pendidikan

Dunia Ada Karena Engkau Berpikir: Politisi pendidikan

Politisi pendidikan



Duduk dibangku ditemani sebuah buku dan bolpoin, sambil mendengarkan dosen mengajar. Dosen yang mengajariku ini unik, beliau memngajarnya  sangat menyenangkan. Beliau mengajar dengan menggunakan teknik membangun semangat mahasiswa agar kreatif, inofatif, dan agar mental menjadi kuat.
Disela sela beliau mengajar biasanya beliau selalu  memberikan sebuah cerita yang menarik. Kata beliau nenek moyang dulu dalam mengajar juga diselipkan sebuah cerita disela sela-sela mengajari anak didiknya. Ternyata sistim mengajar seperti itu  sekarang lagi ngeksisi di luar negeri. Intinya dalam memberikan pengajaran pelajar harus merasa senang. Tapi tidak di negeri ini yang basisnya seorang pelajar harus cerdas bagaimanapun caranya, walaupun seorang pelajar sampai setres memikirkan tugas yang menumpuk hingga tidak ada waktu untuk bermain, dan untuk melakukan hal hal yang bersifat kreaif dan inofatif.
Pendidikan di negeri kita ini sudah dipolitisi oleh kalangan atas yang berkepentingan. Pendidikan menjadi berbasis materialistik, apatis dan takut salah. Seorang guru pengajar yang takut dimarahi  kepala sekolah kalau siswa-siswanya ketika ujian mendapatkan nilai buruk. Kepala sekolah juga takut kepada orang yang berada di atasnya kalau kalau sekolahnya tidak memenuhi setandar nili nasional, juga atasan yang takut pada wali kota kalau sekolah-sekolah dalam tanggunjawabya mendapatkan imet yang buruk, wali kotapun tak luput dari ketakutan kalau pendidikan di kotanya merosot, maka nilai pandang masyarakat terhadap dirinya juga mengalami kemerosotan dan akhirnya tahun depan tidak dipilih lagi sebagai wali kota, dan seterusnya sampai atasan yang tertinggi. Intinya jika pendidikan nilainya itu buruk maka reputasi namanya juga buuk. Untuk itu sebagai pablik figur hal itu tidak boleh sampai terjadi. Maka dirumuskan sebuah politisi pendidikan agar bagaimana caranya nilai yang bersifat objektif bisa terlihat wahhh dan mengagumkan.
Pendidikan pada zaman dahulu dan pada zaman sekarang itu sangat berbeda. Zaman dulu materi yang diajarkan sedikit cuman ilmu hitung hitung, bahasa indonesia dan ilmu pengetahuan umum, dan tidak banyak tugas. Jadi guru yang mengajar itu adalah yang mengajar beneran, tidak sungkan dan pelit dalam memberikan ilmu. Sedang pada zaman sekarang pelajarannya masyaallah super banyak dan tugasnya gak kalah hebat banyaknya. Dalam hal ini para pelajarlah yang menjadi kkorban, tak ada lagi dunia bermain dan berkreatif.
Sekarang kita bisa melihat lembaga pendidikan negeri ini banyak sekali tugas dan pekerjaan rumah yang menumpuk. Begitu mudahnya seorang guru atau dosen mengjar anak didiknya tinggal mengasih tugas dan pr dan menjelaskan pr yang emarin kemudian pulang. Kalau caranya kayak gitu yaaa hanya orang-orang kaya yang mendapatkan keuntungan. Dimana tidak orang kayakan banyak duitnya bebas mengeleskan anaknya, mengundang guru prifat untuk mengajar anak-anaknya agar besok ketika prnya dibahas dalam kelas bisa tampil maju kedepan dan mendapatkan pujian dari gurunya. Tapi kalau orang rang yang tidak mampu alias miskin yang tidak bisa mengeleskan anaknya atau mendatangkan guru prifat, mereka akan menjadi pelajar yang pasif, hanya akan menonton pertunjukan anak-anak orang kaya berlaga di depan kelas. Dan pada akhirnya ketidak seimbangan itu menjadikan kesenjangan sosial lebih tinggi, yang kaya makin kaya dan yang miskin juga semakin miskin.
Pendidikan yang materialistik menjadikan seseorang pelajar hanya bertujuan untuk mencari kekayaan pribadi. Orang tua menyuruh anaknya untuk sekolah dan kuliah agar nanti hidupnya aman tentram nyaman dan kaya. Kata seorang mahasiswa “kita ini menempuh ujian nasional untuk dapat lulus dari sma dan dari sma kita melanjutkan untuk kuliah ke perguruan tinggi yang di akui oleh negara. Dan kuliah itu untuk mencari kerja agar hidup menjadi sejahtera dan kaya”. Itulah pendidikan di negeri kita. Tidak heran pendidikan seperti itu melahirkan para korupsi korupsi nepotisme dan kolusi
Seharusnya pendidikan di negeri ini adalah pendidikan yang bisa memprogram fikiran setiap pelajar menjadi fikiran yang berniatkan mencari ilmu, mengembangkan ilmu untuk manusia dan soal rezki menjadi orang kaya atau miskin dipahami sebagai sebuah takdir yang sudah ditentukan oleh sang maha pencipta.

Senin, 04 Maret 2013

Kocar dan Kacir

       Kini para petani sedang mengaso karena telah masuk waktunya dhuhur, dimana waktu-waktu seperti itu panasnya minta ampun.

       Adzan telah berkumandang di berbagai belahan desa. Terkadang suaranya terdengar sangat merdu, dan terkadang juga membosankan untuk didengarkan, soalnya muadzinnya tak berniat untuk adzan ia lebih berminat tidur siang daripada mengumandangkan adzan.

       Diantara suara-suara yang ada di desa terdapat surau kecil,. Sakarang di dal;amnya ada tiga orang, satu menjadi imam dua menjadi ma'mum. "Allahhhh Huuakbar". Imam mengumandangkan takbirotul ikhrom dengan khusyu' dan kedua ma'mum mengikuti di belakangnya.

       Pada rokaat yang ketiga tepat di depan imam ada seekor ayam lewat dan duduk tepat di atas sujud imam . "Husssy Hussy, ayam nakal gak tau di depannya ada orang sholat." kata sang imam sambil mengayunkan tangan sambil mengusir sang ayam. "Sholat kug ngomong." kata ma'mum yang pertama "mbo' kayak aku ini yang anteng gak kebanyakan ngomong" kata ma'mum yang kedua.

Sebuah Em dan Moral

       Malam minggu katanya adalah malam riyayanya anak muda, itu kata temanku. Namun menurutku itu memang benar. Di desaku kalau setiap malam pasti jalan raya ramai oleh anak muda berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, mereka saling berboncengan. Entah kemana mereka pergi namun yang pasti mereka pulang pasti pada waktu tengah malam, malah kadang ada yang sampai pagi hari.

       Itulah aktifitas di desa pada waktu malam minggu antara, anak laki laki dan perempuan sudah tidak ada sekatnya lagi, kalau boleh dibilang laki-laki dan perempuan sama dan sejenis, padahal mereka itu berbeda.

       Maka tidak diragukan kalau setiap tahunnya banyak anak yang lahir tanpa orang tua. Menurutku kebebasan dalam pergaulan antara laki laki dan perempuan itulah penyebabnya.

       Dimulai dari sebuah perkenalan, sebuah jalinan disambung entah itu perkenalan di sekolah, pergaulan di luar rumah, atau jejaring sosial di internet. Kemudian biasanya mereka saling kontak, entah lewat hp atau ketemuan, setelah itu kalau sudah saling cocok mereka akan menjalin hubungan lebih dalam. Biasanya hubungan itu disebut pacaran. Dari situlah dimulai yang namanya maksiat maksiat kecil hingga maksiat maksiat besar. Terakhir sampai pada hubungan-hubungan terlarang hinga terlahirlah anak tanpa orang tua.

        Kurangnya pendidikan agama adalah salah satu penyebab maraknya terjadinya pergaulan bebas. Madrasah yang dulu menaungi banyak pelajar kini pelajarnya semakin sedikit. Kekurangan para pelajar itulah penyebab madrasah kian terpuruk. Juga dari pemerintahan sendiri yang tidak pedulidengan keadaan madrasah di desa. Pemerintah hanya peduli dengan sekolah sekolah umum yang berbasis pendidikan umum tidak pendidikan agama. Padahal pendidikan umum tidak menjamin moral yang terpuruk menjadi sembuh.

       Oleh karena itu pendidikan moral untuk negeri ini sangat penting. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan iptek seharusnya juga di imbangi dengan kemajuan moral ke jalan yang lebih baik. Sudah saatnya pemerintah memperhatikan pendidikan madrasah yang kini telah menyusut

Takut Itu Apa Sih?

       Sore itu matahari sudah mulai tergelingsir ke arah barat suasana mulai gelap pertanda malam akan tiba, yang tadinya burung-burung berkicau sangat merdu sekarang telah berhenti seolah merenungkan diri untuk bermunajat kepada Ilahi Robbi.

       Menjelang malam tiba datang dua orang yang sedang berjalan melewati pohon beringin tua "jang jangan lewat sini doonk aku takut nih" kata Thomas kepada Ujang "Ahh ga ada jalan lagi, kalau kita gak lewat sini mau lewat mana lagii !!! masak kita mau muter balik, trus lewat jalan yang jauh itu, aduhhh ampun dehh," jawab Ujang. " Kamu gak takut to jang di tempat itu." tangan Thomas menunjuk ke belakang pohon beringin tua. "Tepat di belakang pohon beringin itu ada sumur tua , katanya disitu banyak dedemit yang berkeliaran dan kabar berita yang beredar banyak orang hilang karena melewati sumur tua itu pada waktu menjelang malam. kamu gak takut to Jang". jelas Thomas kepada Ujang.

       "Hahh ngapain takut ti ma-mas", "Takut itu kepada Tuhan, ngapain takut kepada dedemit, hantu, jin dan sejenisnya," sahut Ujang

       Sekarang mereka berdua telah sampai di samping pohon beringin tua itu, pada langkah ketiga menjauh dari pohon beringin tua itu, tiba tiba dibelakang pohon beringin tua, tepat di mulut sumur, muncul sesosok makhluk yang sangat besar "HUUAHAA HAHAHAHAAA". suara yang keluar dari mulut makhluk besar itu menggetarkan wilayah sekitar, sampai sampai, menggetarkan hati kedua pemuda itu.

       Thomas mencoba sekuat tenaga untuk menengok kebelakang, dan dia kaget sembilan sepersepuluh mati. Tubuhnya bergetar hebat bukan main, Thomas sudah tidak kuat memandang pemandangan yang seram itu . Benar memang mahluk jadi jadian itu sungguh sangat menyeramkan, sampai-sampai jika anda melihatnya anda akan pingsan sekaligus, begitu pula Thomas yang sekarang sudah tak bersadar diri lagi.

       "Mas bangun mas, kenapa kamu pingsan?" tanya Ujang kepada Thomas yang telah pingsan itu, dan mengabaikan mahluk besar jadi-jadian itu.

       Ujang mulai menoleh dan memandang si makhluk jadi-jadian itu. Aneh benar-benar aneh. Tak sebiji rambut pun tubuh ujang bergetar, seperti orang gila melihat dedemit yang tidak ada reaksi apa-apa. Ya memang tidak terjadi apa-apa

       "HuaaaAAAHHHHHhhh" "Haaaaa" Huuhhhh" suara mahluk itu menggema lebih keras lagi, dan sekarang muka mahluk itu makin tambah seram lagi.

       Sekarang Ujang mulai bereaksi terhadap makhluk itu, tubuhnya bergetar hebat dan mulutnya mulai terbuka lebar, kemudian dai tertawa terpingkal-pingkal karena melihat mahluk itu, tubuhnya berguling-guling ketanah seakan dia melihat komedi kocak. Mahluk jadi-jadian itu menjadi kikuk dan tak berdaya , namun ternyata mahluk itu berubah menjadi pocong besar dan muka seram. Dikiranya dengan berubah wujud si Ujang bisa ketakutan, tapi ternyata tawa Ujang kian menjadi jadi.

       Tapi makhluk besar itu tidak mau kalah, dia sekarang berubah menjadi gendruwo, yang level keseramannya jauh lebih tinggi daripada kedua makhluk itu, tapi tetap saja hasilnya nihil.

       Setelah berpuluh puluh kali mahluk itu berubah wujud, namun tetap saja Si Ujang tidak takut melihatnya. Akhirnya Si makhluk jadi-jadian itu menyerah "Heee anak muda kenapa kamu tidak takut melihat aku" kata si makhluk jadi-jadian itu, "Kenapa aku harus takut?" "Ya harus, orang normal pasti takut melihat keseramanku, tapi kau malah ketawa, kau itu normal gak sih?".

       "Ha ha Ha" tawa Ujang "Kenapa aku harus takut, takut itu apa sih?" "Tau gak takut itu dimana ?" takut itu di hati pak bos, percuma kamu ubah penampilanmu seseram apapun kalau yang kamu takuti hatinya tidak takut." jelas Ujang "Mungkin seorang banci takut sama kecoa, tapi bagi seorang kuli, kecoa itu tidak menakutkan, yaaaa itulah. Takut itu hanya persepsi hati, kalau hati kita tidak merasa takut, kita juga tidak akan merasa takut, walau ajal menjemput sekalipun." "Ohhhh gitu too".

Sabtu, 05 Januari 2013

Beranilah Mencoba


 Beranilah mencoba hal yg baru, yg seru, yg kreatif, yg menantang. Jika pun kita gagal, jika pun kita salah, jika pun kita jatuh, orang masih bisa memakluminya, karena kita punya banyak waktu untuk memperbaiki diri. Jangan sampai saat kita sudah tua nanti bakal menyesali masa muda kita hanya karena kita ragu dan tak berani mengambil peran besar dalam hidup.

         Hidup hanya sekali, masa muda hanya sekali, isilah dg aktivitas yg berarti, sebagai bekal saat kita sudah tiada nanti. Semangat.
       benar sekali apa kata mas rif'an, hidup itu cuma sekali maka dari itu jangan sia-siakan waktu hidupmu hanya untuk hal-hal yang tidak penting, seperti bermalas-malasan, main game, dan tidur-tiduran, " hidup sekalil kemudian lalu mati " kata kata itu masih tercatat di ingatanku
       hidup ini hanya terjadi satu kali, berawal dari ketiadaan menuju ke ada kemudian kembali ketiada lagi, hidup yang ibarat cuma sekedar numpang minum air ini, harus kita gunakan sebaik-baiknya. jadilah yang terbaik, 
       masa muda haruslah di gunakan untuk bekerja keras jangan di gunakan berfoya-foya, karena kita kelak tua akan menyesal. berani bermimpi besar dan berusaha untuk mencapainya itulah yang membuat hidup ini menjadi berarti. jangan pernah takut gagal, gagal itu adalah hal yang biasa, apalagi bagi sahabat-sahabat yang masih muda, yang masih mempunyai waktu banyak untuk memperbaki kesalahan.
       setiap orang pasti mengalami masa tua, jangan sampai pada masa itu kita menyesal, karana waktu muda kita tidak berani mencoba bermimpi besar.

Minggu, 07 Oktober 2012

Kerajaan Sriwijaya

          Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan maritim yang terkuat di pulau Sumatera dan termasuk salah satu kerajaan yang berpengaruh di Nusantara karna luas nya daerah kekuasaan Kerajaan Sriwijaya mulai dari Kamboja, Thailand Selatan, Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa juga Pesisir Kalimantan. Nama Sriwijaya sendiri di ambil dari Bahasa sangsekerta Sri berarti Gemilang dan Wijaya Berarti Kejayaan, maka makna dari nama  Sriwijaya adalah Kejayaan yang Gemilang. tidak ada yang tahu dengan pasti kapan awal berkembangnya dan kapan pula berakhirnya kerajaan Sriwijaya namun diperkirakan pada abad ke-7 M Kerajaan Sriwijaya telah berdiri.

Dalam sejarah Indonesia ada dua kerajaan kuno yang selalu disebutkan sebagai kerajaan-kerajaan yang megah dan jaya, yang melambangkan kemegahan dan kejayaan Indonesia di zaman dulu. Kedua kerajaan itu adalah Sriwijaya dan Majapahit.

Lokasi Kerajaan 
           Kerajaan Sriwijaya merupakan salah satu kerajaan besar yang bukan saja dikenal di wilayah Indonesia, tetapi dikenal di setiap bangsa atau negara yang berada jauh di luar Indo¬nesia. Hal ini disebabkan letak Kerajaan Sriwijaya yang sangat strategis dan dekat dengan Selat Malaka. Telah kita ketahui, Selat Malaka pada saat itu merupakan jalur perdagangan yang sangat ramai dan dapat menghubung-kan antara pedagang-pedagang dari Cina dengan India maupun Romawi.
Dari tepian Sungai Must di Sumatra Selatan, pengaruh Kerajaan Sriwijaya terus meluas yang mencakup Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Bangka, Laut Jawa bagian barat, Bangka, Jambi Hulu, dan mungkin juga Jawa Barat (Tarumanegara), Semenanjung Malaya hingga ke Tanah Genting Kra. Luasnya wilayah laut yang dikuasai Kerajaan Sriwijaya menjadikan Sriwijaya sebagai kerajaan maritim yang besar pada zamannya.


           Dimanakah pusat Kerajaan Sriwijaya? Pertanyaan ini terus menghantui setiap kajian tentang Sriwijaya. Masalahnya, kerajaan maritim di Sumatera itu memang tidak meninggalkan istana atau keraton yang fisiknya masih bisa dilihat hingga sekarang.
Padahal, istana atau keraton menjadi rujukan penting untuk menentukan pusat pemerintahan dari kerajaan yang telah tiada. Masalah lain, bukti-bukti tertulis tentang Sriwijaya masih langkah dan terbatas, bahkan sebagian besar mauskrip justru terdapat diluar negeri. Penggalian dan kajian ilmiah yang ada belum bisa mengungkap semua fakta sejarah kerajaan itu. Ada beberapa wilayah yang sering di klaim sebagai pusat Kerajaan Sriwijaya, antara lain Kota Palembang, Jambi, Lampung, Riau, dan Thailand. Masing-masing tempat di dukung adanya temuan arkeologis yang berkaitan dengan Sriwijaya, baik berupa candi, prasasti, atau sisa struktur bangunan lama.
Sebagian besar peneliti berpendapat, pusat Kerajaan Sriwijaya di duga kuat berada di Kota Palembang, Sumatera Selatan. Dugaan tersebut didukung banyaknya prasasti dan situs Sriwijaya yang ditemukan di sekitar Palembang. Prasasti-prasasti tersebut, antara lain Prasasti Boom Baru (akhir abad ke-7 Masehi), Kedukan Bukit (682 Masehi), prasasti Talangtuo (684 Masehi), prasasti Telaga Batu (diperkirakan abad ke-7 Masehi), dan prasasti Pendek di Bukit Siguntang (abad ke-7 Masehi). Prasasti-prasasti ini menceritakan keberadaan Sriwijaya dan kutukan bagi para pembangkang.
            Peneliti dari Balai Arkeologi Palembang, Retno Purwanti, menilai Palembang menjadi pusat Sriwijaya pada masa awal kejayaannya abad ke-7 sampai ke-9. Setidaknya ada 18 situs dari masa Sriwijaya di Palembang. Empat situs diantaranya memiliki sekitar abad ke-7 sampai ke-8 Masehi, yaitu situs Candi Angsoko, Prasasti Kedukan Bukit, situs Kolam Pinishi, dan situs Tanjung Rawa. “Data-data arkeologi lebih mengarah pada kesimpulan, Kerajaan Sriwijaya awal berpusat di Palembang. Fase berikutnya, pusat kerajaan berpindah ke Jambi,” papar Retno.
            Pada abad ke-10 sampai ke-13 Masehi, Kerajaan Sriwijaya makin berkembang, dan pusat pemerintahan berpindah ke daerah Jambi, Riau, atau Thailand. Perpindahan dipengaruhi budaya kerajaan maritim ditepian sungai, yang cenderung tidak menetap disatu tempat dalam waktu lama. Asumsi ini diperkuat penanggalan pada sejumlah peninggalan arkeologis didaerah-daerah tersebut, yang merujuk waktu pendirian sekitar abad ke-10 sampai abad ke-13 Masehi.
            Ketua Dewan Kesenian Sumsel Djohan Hanafiah menilai, Palembang sangat mungkin menjadi pusat Kerajaan Sriwijaya karena posisinya sebagai pertemuan dari beberapa sungai cukup strategis. “Sriwijaya itu kerajaan maritim yang sangat cocok berkembang di Palembang yang berbudaya tepian sungai (riverine culture). Segala aktifitas berpusat dipelabuhan, sedangkan penduduk tinggal dirumah-rumah rakit dengan transportasi utama perahu,” ungkapnya.
Masih banyak peneliti yang meragukan kemungkinan pusat Sriwijaya di Palembang, sekaligus menunjuk daerah Jambi, Riau, Malaysia, atau Thailand sebagai pusatnya. Dugaan itu terus berkembang karena adanya beberapa peninggalan Sriwijaya yang ditemukan di daerah tersebut. Suaka peninggalan sejarah dan purbakala provinsi Jambi, Sumatera Selatan, dan Bengkulu mencatat, setidaknya terdapat 70 peninggalan disitus purbakala Muaro Jambi di tepian Sungai Batanghari. Dari 70 peninggalan itu, delapan candi dan satu kolam yang telah digali dan direnovasi, yaitu Candi Kotamahligai, Candi Kedaton, Candi Gedong I, Candi Gedong II, Candi Gumpung, Candi Tinggi, Candi Kembar Batu, Candi Astano, dan Kolam Telagorajo.
            Berbagai artefak yang ditemukan menunjukkan, situs Muaro Jambi merupakan peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang beragama Buddha pada masa kejayaannya abad ke-10 sampai abad ke-13 Masehi. Asumsi ini dibuktikan dengan adanya arca Prajnaparamita dan puluhan stupa Buddha di candi Gumpung, keramik dari dinasti Sung, Cina (960-1279 M), serta konsep makro kosmos dan mikro kosmos yang merupakan ciri khas bangunan dari aliran Buddha Mahayana.
Di Lampung, ditemukan prasasti Palas Pasemah dan Prasasti Bungkuk (Jabung) yang menerangkan keberadaan Sriwijaya. Thailand pun diklaim sebagai pusat Sriwijaya karena disana terdapat candi yang diduga di bangun salah satu Raja Sriwijaya, Prasasti Ligor, dan pemukiman sezaman dengan Sriwijaya yang terletak dibeberapa lokasi. Candi Muara Takus yang berbentuk stupa Buddha di Riau juga sering melahirkan asumsi bahwa daerah tersebut pernah menjadi pusat Sriwijaya. Berbagai kemungkinan itu bersifat terbuka, terutama jika ditemukan bukti arkeologis baru yang lebih kuat. Apalagi, para peneliti yang menyimpulkan Palembang sebagai pusat Sriwijaya pun masih berpolemik, dimana persisnya lokasi bangunan istana Sriwijaya.



b. Sumber Sejarah
        Sumber-sumber sejarah yang mendukung keberadaan Kerajaan Sriwijaya berasal dari berita asing dan prasasti-prasasti.
Berita Asing
         Mengingat Kerajaan Sriwijaya me¬rupakan kerajaan maritim dengan letak yang sangat strategis, banyak pedagang-pedagang asing yang datang untuk melakukan aktivitas di Kerajaan Sriwijaya. Untuk itu banyak ditemukan informasi mengenai keberadaan Keraja¬an Sriwijaya ini. Berita asing tersebut antara lain sebagai berikut.
          Berita Arab Dari berita Arab dapat di-ketahui bahwa banyak pedagang Arab yang melakukan kegiatan perdagangan di Kerajaan Sriwijaya. Bahkan di pusat Kerajaan Sriwijaya ditemukan perkam-pungan-perkampungan orang-orang Arab sebagai tempat tinggal sementara. Keberadaan Kerajaan Sriwijaya juga diketahui dari sebutan orang-orang Arab terhadap Kerajaan Sriwijaya seperti Zabaq, Sabay, atau Sribusa.
           Berita India Dari berita India dapat diketahui bahwa raja dari Kerajaan Sri¬wijaya pernah menjalin hubungan dengan raja-raja dari kerajaan yang ada di India seperti Kerajaan Nalanda dan Kerajaan Chola.
           Dengan Kerajaan Nalanda disebutkan bahwa Raja Sriwijaya mendirikan satu prasasti yang dikenal dengan nama Prasasti Nalanda. Dalam prasasti tersebut dinyatakan Raja Nalanda yang bernama Raja Dewa Paladewa berkenan membebaskan 5 desa dari pajak. Sebagai gantinya, kelima desa itu wajib membiayai para mahasiswa dari Kerajaan Sriwijaya yang menuntut ilmu di Kerajaan Nalanda.
         Di samping menjalin hubungan dengan Kerajaan Nalanda, Kerajaan Sriwijaya juga menjalin hubungan dengan Kerajaan Chola (Cholamandala) yang terletak di India Selatan. Hubungan ini menjadi retak setelah Raja Rajendra Chola ingin menguasai Selat Malaka.
          Berita Cina Dari berita Cina, dapat diketahui bahwa pedagang-pedagang Kerajaan Sriwijaya telah menjalin hubungan perdagangan dengan pedagang-pedagang Cina. Para pedagang Cina sering singgah di Kerajaan Sriwijaya untuk selanjutnya meneruskan perjalanannya ke India maupun Romawi.
          Berita dalam Negeri
Berita-berita dalam negeri berasal dari prasasti-prasasti yang dibuat oleh raja-raja dari Kerajaan Sriwijaya. Prasasti tersebut sebagian besar mengguna-kan huruf Pallawa dan bahasa Melayu Kuno. Prasasti itu antara lain sebagai berikut.
          Prasasti Kedukan Bukit Prasasti berangka tahun 684 M itu menyebutkan bahwa Raja Sriwijaya bernama Dapunta Hyang membawa tentara sebanyak 20.000 orang berhasil menundukkan Minangatamwan. Dengan kemenangan itu, Kerajaan Sriwijaya menjadi makmur. Daerah yang dimaksud Minangatamwan itu kemungkinan adalah daerah Binaga yang terletak di Jambi. Daerah itu sangat strategis untuk perdagangan.
           Prasasti Telaga Batu Prasasti itu menyebutkan tentang kutukan raja terhadap siapa saja yang tidak taat terhadap Raja Sriwijaya dan juga melakukan tindakan kejahatan.
           Prasasti Talang Tuwo Prasasti berangka tahun 684 M. itu menyebutkan tentang pembuatan Taman Srikesetra atas perin¬tah Raja Dapunta Hyang.
           Prasasti Kota Kapur Prasasti berangka tahun 686 M. itu menyebutkan bahwa
Kerajaan Sriwijaya berusaha untuk menaklukkan Bumi Jawa yang tidak setia kepada Kerajaan Sriwijaya. Prasasti tersebut ditemukan di Pulau Bangka.
           Prasasti Karang Berahi Prasasti berangka tahun 686 M. itu ditemukan di daerah pedalaman Jambi, yang menunjukkan penguasaan Kerajaan Sriwijaya atas daerah itu.
           Prasasti Ligor Prasasti berangka tahun 775 M. itu menyebutkan tentang ibukota Ligor dengan tujuan untuk mengawasi pelayaran dan perdagangan di Selat Malaka.
           Prasasti Nalanda Prasasti ini menyebutkan Raja Balaputra Dewa sebagai raja terakhir dari Dinasti Syailendra yang terusir dari Jawa Tengah akibat kekalahannya melawan Kerajaan Mataram dari Dinasti Sanjaya. Dalam prasasti itu, Balaputra Dewa meminta kepada Raja Nalanda agar mengakui haknya atas Dinasti Syailendra. Prasasti ini juga menyebutkan bahwa Raja Dewa Paladewa berkenan membebaskan 5 desa dari pajak untuk membiayai para mahasiswa Sriwijaya yang belajar di Nalanda.

c. Kehidupan Politik
Dalam perkembangan sejarah Indonesia, Kerajaan Sriwijaya merupakan sebuah kerajaan besar yang megah dan jaya di masa lampau. Namun, tidak semua raja yang pernah memerintah meninggalkan prasasti. Raja-raja yang berhasil diketahui pernah memerintah Kerajaan Sriwijaya adalah sebagai berikut.
Raja Dapunta Hyang Berita mengenai raja ini diketahui melalui Prasasti Kedukan Bukit (683 M). Pada masa pemerintahannya. Raja Dapunta Hyang telah berhasil memperluas wilayah kekuasaannya sampai ke wilayah Jambi, yaitu dengan menduduki wilayah Minangatamwan. Sejak awal pemerintahannya. Raja Dapunta Hyang telah mencita-citakan agar Kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan maritim.
Raja Balaputra Dewa Pada masa pemerintahan Balaputra Dewa, Kerajaan Sriwijaya mengalami masa kejayaannya. Pada awalnya. Raja Balaputra Dewa adalah raja dari Kerajaan Syailendra (di Jawa Tengah). Ketika terjadi perang saudara di Kerajaan Syailendra antara Balaputra Dewa dan Pramodhawardani (kakaknya) yang dibantu oleh Rakai Pikatan (Dinasti Sanjaya), Balaputra Dewa mengalami kekalahan. Akibat kekalahan itu. Raja Balaputra Dewa lari ke Sriwijaya. Di Kerajaan Sriwijaya berkuasa Raja Dharma Setru (kakak dari ibu Raja Balaputra Dewa) yang tidak memiliki keturunan, sehingga kedatangan Raja Balaputra Dewa di Kerajaan Sriwijaya disambut baik. Kemudian, ia diangkat menjadi raja.
Pada masa pemerintahan Raja Balaputra Dewa, Kerajaan Sriwijaya berkembang pesat. Raja Balaputra Dewa meningkatkan kegiatan pelayaran dan perdagangan rakyat Sriwijaya.
Raja Sanggrama Wijayatunggawarman. Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Sriwijaya mengalami ancaman dari Kerajaan Chola. Di bawah Raja Rajendra Chola, Kerajaan Chola melakukan serangan dan berhasil merebut Kerajaan Sriwijaya. Sanggrana Wijayattunggawarman berhasil ditawan. Namun pada masa pemerintahan Raja Kulottungga I di Kerajaan Chola, Raja Sanggrama Wijayattunggawarman dibebaskan kembali.

d. Wilayah Kekuasaan Kerajaan Sriwijaya
Pada awal pertumbuhannya, Kerajaan Sriwijaya mengadakan perluasan wilayah kekuasaan ke daerah-daerah sekitamya. Setelah berhasil menguasai Palembang, ibukota Kerajaan Sriwijaya dipindah dari Muara Takus ke Palembang. Dari Palembang, Kerajaan Sriwijaya dengan mudah dapat menguasai daerah-daerah di sekitamya seperti Bangka, Jambi Hulu dan mungkin juga Jawa Barat (Tammanegara). Maka dalam abad ke-7 M, Kerajaan Sriwijaya telah berhasil menguasai kunci-kunci jalan perdagangan yang penting seperti Selat Sunda, Selat Bangka, Selat Malaka, dan Laut Jawa bagian barat.
Pada abad ke-8 M, perluasan Kerajaan Sriwijaya ditujukan ke arah utara, yaitu menduduki Semenanjung Malaya dan Tanah Genting Kra. Pendudukan terhadap daerah Semenanjung Malaya bertujuan untuk menguasai daerah penghasil lada dan timah. Sedangkan pendudukan terhadap Tanah Genting Kra bertujuan untuk menguasai jalur perdagangan antara Cina dan India. Tanah Genting Kra sering digunakan oleh para pedagang untuk menye-berang dari perairan Laut Hindia ke Laut Cina Selatan, untuk menghindari persinggahan di pusat Kerajaan Sriwijaya.
Pada akhir abad ke-8 M, Kerajaan Sriwijaya telah berhasil menguasai seluruh jalur perdagangan di Asia Tenggara, baik yang melalui Selat Sunda maupun Selat Malaka, Selat Karimata, dan Tanah Genting Kra. Dengan wilayah kekuasaan itu, Kerajaan Sriwijaya menjadi Kerajaan Laut terbesar di Asia Tenggara.

e. Sriwijaya sebagai Negara Maritim
Berita tentang Kerajaan Sriwijaya berasal dari seorang musafir Cina bernama I-tsing (671 M). Berita lain berasal dari tahun 683 M dengan ditemukannya Prasasti Kedukan Bukit di Bukit Sigutang (dekat Palembang).
Prasasti mi menyebutkan bahwa seorang raja yang bijaksana berlayar ke luar negeri untuk mencari kekuatan gaib. Usaha besar yang dimaksudkan itu adalah perjalanan ekspedisi Raja Sriwijaya yang berhasil dengan gemilang menaklukan Bangka dan Melayu (di Jambi).
Prasasti Kota Kapur (686 M) yang ditemukan di Pulau Bangka menyata-kan bahwa penduduk Pulau Bangka tunduk pada Kerajaan Sriwijaya. Diberitakan pula bahwa Kerajaan Sriwijaya telah melakukan ekspedisi ke Pulau Jawa. Perluasan yang dilakukan Kerajaan Sriwijaya bertujuan untuk menguasai jalur perdagangan di Selat Malaka dan Selat Sunda, yang merupa-kan jalur pelayaran dan perdagangan yang penting. Keberhasilan Kerajaan Sriwijaya berkuasa atas semua selat itu menjadikannya sebagai penguasa tunggal jalur aktivitas perdagangan dunia yang melalui Asia Tenggara.
Armada Kerajaan Sriwijaya yang kuat dapat menjamin keamanan aktivitas pelayaran dan perdagangan. Armada Sriwijaya juga dapat memaksa perahu dagang untuk singgah di pusat atau di bandar Kerajaan Sriwijaya. Semakin ramainya aktivitas pelayaran perdagangan mengakibatkan Kerajaan Sriwijaya menjadi tempat pertemuan para pedagang atau pusat perdagangan di Asia Tenggara. Pengaruh dan peranan Kerajaan Sriwijaya semakin besar di laut. Bahkan para pedagang dari Kerajaan Sriwijaya juga melakukan hubungan sampai di luar wilayah Indonesia, sampai ke Cina di sebelah utara/ atau Laut Merah dan Teluk Persia di sebelah barat.

f. Hubungan Luar Negeri
Kerajaan Sriwijaya menjalin hubungan baik dengan kerajaan-kerajaan di luar Indonesia, terutama dengan kerajaan-kerajaan yang berada di India, seperti Kerajaan Pala (Nalanda) di Benggala dan Kerajaan Cholamandala di pantai timur India Selatan.
D Sriwijaya dan Pala
Sekitar abad ke-8 M hingga abad ke-11 M daerah Benggala diperintah oleh raja-raja dari Dinasti Pala. Seorang rajanya yang terbesar bernama Raja Dewa Paladewa (abad ke-9 M). Hubungan Kerajaan Sriwijaya dengan Kera¬jaan Pala amat baik, terutama dalam bidang kebudayaan dan agama. Kedua kerajaan ini menganut agama Buddha. Banyak Bhiksu dari Kerajaan Sriwijaya belajar agama di perguruan tinggi Nalanda. Hubungan baik ini dibuktikan dengan Prasasti Nalanda (860 M). Di samping pembebasan lima desa dari pajak, prasasti itu juga berisi pernyataan bahwa Raja Balaputra Dewa terusir dari Kerajaan Syailendra akibat kalah perang melawan kakaknya Pramo-dhawardani dan kemudian diangkat menjadi raja di Kerajaan Sriwijaya. Dengan demikian, hubungan dengan Kerajaan Pala adalah untuk mendapat-kan dukungan dalam memperkuat kedudukannya menjadi raja di Sriwijaya.
Sriwijaya dan Cholamandala
Pada awalnya hubungan kedua kerajaan itu amat baik. Raja Sriwijaya yang bernama Sanggrama Wijayattunggawarman mendirikan satu biara (1006 M) di Kerajaan Chola untuk tempat tinggal para bhiksu dari Kerajaan Sriwijaya.
Persahabatan kedua kerajaan berubah menjadi permusuhan akibat persaingan di bidang pelayaran dan perdagangan. Raja Rajendra Chola yang berkuasa di Kerajaan Chola melakukan dua kali serangan ke Kerajaan Sriwijaya. Serangan pertama tahun 1007 M mengalami kegagalan. Namun, serangan kedua (1023/1024 M) berhasil merebut kota dan bandar-bandar penting Kerajaan Sriwijaya/ bahkan Raja Sanggrama Wijayattunggawarman berhasil ditawan.
Serangan itu tidak mengakibatkan terjadinya penjajahan, karena tujuannya hanya membinasakan armada Kerajaan Sriwijaya. Jika kekuatan Kerajaan Sriwijaya berhasil ditaklukkan, maka jaringan pelayaran perdagangan di wilayah Asia Tenggara hingga India dapat dikuasai oleh Kerajaan Chola.
Walaupun serangan Kerajaan Chola tidak mematikan Kerajaan Sriwijaya, tetapi untuk sementara kekuatan Sriwijaya lumpuh. Kelumpuhan Kerajaan Sriwijaya merupakan peluang baik bagi Airlangga di Jawa Timur yang dengan cepat menyusun kekuatan angkatan perangnya, baik di darat maupun di laut. Dalam waktu singkat keruntuhan Kerajaan Dharmawangsa dapat ditegakkan kembali, sehingga ketika kekuatan Kerajaan Sriwijaya pulih kembali, di Jawa Timur telah berdiri negara besar dan kuat, sebagai saingannya.

g. Mundurnya Kerajaan Sriwijaya
Pada akhir abad ke-13 M, Kerajaan Sriwijaya mengalami kemunduran. Hal ini disebabkan oleh faktor politik dan ekonomi.
Faktor Politik Kedudukan Kerajaan Sriwijaya makin terdesak, karena munculnya kerajaan-kerajaan besar yang juga memiliki kepentingan dalam dunia perdagangan, seperti Kerajaan Siam di sebelah utara. Kerajaan Siam memperluas kekuasaannya ke arah selatan dengan menguasai daerah-daerah di Semenanjung Malaka termasuk Tanah Genting Kra. Jatuhnya Tanah Genting Kra ke dalam kekuasaan Kerajaan Siam mengakibatkan kegiatan pelayaran perdagangan di Kerajaan Sriwijaya semakin berkurang.
Dari daerah timur, Kerajaan Sriwijaya terdesak oleh perkembangan Kerajaan Singasari, yang pada waktu itu diperintah oleh Raja Kertanegara. Kerajaan Singasari yang berdta-cita menguasai seluruh wilayah Nusantara mulai mengirim ekspedisi ke arah barat yang dikenal dengan istilah Ekspedisi Pamalayu. Dalam ekspedisi ini, Kerajaan Singasari mengadakan pendudukan terhadap Kerajaan Melayu, Pahang, dan Kalimantan, sehingga mengakibatkan kedudukan Kerajaan Sriwijaya makin terdesak.
Faktor Ekonomi Para pedagang yang melakukan aktivitas perdagangan di Kerajaan Sriwijaya semakin berkurang, karena daerah-daerah strategis yang pernah dikuasai oleh Kerajaan Sriwijaya telah jatuh ke kekuasaan raja-raja sekitarnya. Akibatnya, para pedagang yang melakukan penyeberangan ke Tanah Genting Kra atau yang melakukan kegiatan ke daerah Melayu (sudah dikuasai Kerajaan Singasari) tidak lagi melewati wilayah kekuasaan Sriwijaya. Keadaan seperti ini tentu mengurangi sumber pendapatan kerajaan.
Dengan alasan faktor politik dan ekonomi, maka sejak akhir abad ke-13 M Kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan kecil dan wilayahnya terbatas pada daerah Palembang. Kerajaan Sriwijaya yang kecil dan lemah akhirnya dihancurkan oleh Kerajaan Majapahit tahun 1377 M.