Duduk dibangku
ditemani sebuah buku dan bolpoin, sambil mendengarkan dosen mengajar. Dosen
yang mengajariku ini unik, beliau memngajarnya
sangat menyenangkan. Beliau mengajar dengan menggunakan teknik membangun
semangat mahasiswa agar kreatif, inofatif, dan agar mental menjadi kuat.
Disela sela
beliau mengajar biasanya beliau selalu
memberikan sebuah cerita yang menarik. Kata beliau nenek moyang dulu
dalam mengajar juga diselipkan sebuah cerita disela sela-sela mengajari anak
didiknya. Ternyata sistim mengajar seperti itu
sekarang lagi ngeksisi di luar negeri. Intinya dalam memberikan
pengajaran pelajar harus merasa senang. Tapi tidak di negeri ini yang basisnya
seorang pelajar harus cerdas bagaimanapun caranya, walaupun seorang pelajar
sampai setres memikirkan tugas yang menumpuk hingga tidak ada waktu untuk
bermain, dan untuk melakukan hal hal yang bersifat kreaif dan inofatif.
Pendidikan di
negeri kita ini sudah dipolitisi oleh kalangan atas yang berkepentingan.
Pendidikan menjadi berbasis materialistik, apatis dan takut salah. Seorang guru
pengajar yang takut dimarahi kepala
sekolah kalau siswa-siswanya ketika ujian mendapatkan nilai buruk. Kepala
sekolah juga takut kepada orang yang berada di atasnya kalau kalau sekolahnya
tidak memenuhi setandar nili nasional, juga atasan yang takut pada wali kota
kalau sekolah-sekolah dalam tanggunjawabya mendapatkan imet yang buruk, wali
kotapun tak luput dari ketakutan kalau pendidikan di kotanya merosot, maka
nilai pandang masyarakat terhadap dirinya juga mengalami kemerosotan dan
akhirnya tahun depan tidak dipilih lagi sebagai wali kota, dan seterusnya
sampai atasan yang tertinggi. Intinya jika pendidikan nilainya itu buruk maka
reputasi namanya juga buuk. Untuk itu sebagai pablik figur hal itu tidak boleh
sampai terjadi. Maka dirumuskan sebuah politisi pendidikan agar bagaimana
caranya nilai yang bersifat objektif bisa terlihat wahhh dan mengagumkan.
Pendidikan pada
zaman dahulu dan pada zaman sekarang itu sangat berbeda. Zaman dulu materi yang
diajarkan sedikit cuman ilmu hitung hitung, bahasa indonesia dan ilmu
pengetahuan umum, dan tidak banyak tugas. Jadi guru yang mengajar itu adalah
yang mengajar beneran, tidak sungkan dan pelit dalam memberikan ilmu. Sedang
pada zaman sekarang pelajarannya masyaallah super banyak dan tugasnya gak kalah
hebat banyaknya. Dalam hal ini para pelajarlah yang menjadi kkorban, tak ada
lagi dunia bermain dan berkreatif.
Sekarang kita
bisa melihat lembaga pendidikan negeri ini banyak sekali tugas dan pekerjaan
rumah yang menumpuk. Begitu mudahnya seorang guru atau dosen mengjar anak
didiknya tinggal mengasih tugas dan pr dan menjelaskan pr yang emarin kemudian
pulang. Kalau caranya kayak gitu yaaa hanya orang-orang kaya yang mendapatkan
keuntungan. Dimana tidak orang kayakan banyak duitnya bebas mengeleskan
anaknya, mengundang guru prifat untuk mengajar anak-anaknya agar besok ketika
prnya dibahas dalam kelas bisa tampil maju kedepan dan mendapatkan pujian dari
gurunya. Tapi kalau orang rang yang tidak mampu alias miskin yang tidak bisa
mengeleskan anaknya atau mendatangkan guru prifat, mereka akan menjadi pelajar
yang pasif, hanya akan menonton pertunjukan anak-anak orang kaya berlaga di
depan kelas. Dan pada akhirnya ketidak seimbangan itu menjadikan kesenjangan sosial
lebih tinggi, yang kaya makin kaya dan yang miskin juga semakin miskin.
Pendidikan yang
materialistik menjadikan seseorang pelajar hanya bertujuan untuk mencari
kekayaan pribadi. Orang tua menyuruh anaknya untuk sekolah dan kuliah agar
nanti hidupnya aman tentram nyaman dan kaya. Kata seorang mahasiswa “kita ini
menempuh ujian nasional untuk dapat lulus dari sma dan dari sma kita
melanjutkan untuk kuliah ke perguruan tinggi yang di akui oleh negara. Dan
kuliah itu untuk mencari kerja agar hidup menjadi sejahtera dan kaya”. Itulah
pendidikan di negeri kita. Tidak heran pendidikan seperti itu melahirkan para
korupsi korupsi nepotisme dan kolusi
Seharusnya
pendidikan di negeri ini adalah pendidikan yang bisa memprogram fikiran setiap
pelajar menjadi fikiran yang berniatkan mencari ilmu, mengembangkan ilmu untuk
manusia dan soal rezki menjadi orang kaya atau miskin dipahami sebagai sebuah
takdir yang sudah ditentukan oleh sang maha pencipta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar